Fahri Hamzah : Kamar Legislatif Menjadi Tidak Berdaya, Fraksi di DPR Perlu Dihapus

Administrator
1.243 view
Fahri Hamzah : Kamar Legislatif Menjadi Tidak Berdaya, Fraksi di DPR Perlu Dihapus
JPH
Waketum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah

Jakarta (Mahardikanews.com)

Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah berpendapat, keberadaan fraksi di DPR selama ini membuat kamar legislatif menjadi tidak berdaya, sehingga perlu dihapus.

Fraksi dinilai menjadi alat kepentingan politik Ketua Umum partai atau elit-elit politik lainnya, bukan berpikir untuk rakyat atau konstituen.

Fahri Hamzah mengatakan hal itu dalam Gelora Talk bertajuk 'Reformasi Sistem Politik, Mengapa Fraksi di DPR Sebaiknya Dihapus?', Rabu (12/1/2022) petang, yang dihadiri sejumlah wartawan, termasuk Jurnalis Mahardikanews.com.

Menurut Fahri, penghapusan fraksi di DPR sangat penting karena berbagai alasan, bahkan mencemaskan mengingat sebuah kekuatan di kamar kekuasaan legislatif tidak nampak fungsinya.

Dikatakan, saat menjadi Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019, dirinya diminta melakukan tindakan yang bertentangan dengan kehendak masyarakat oleh partai karena dipengaruhi oleh oligarki. Akhirnya dipecat dengan alasan melawan.

"Saya sendiri memiliki yurisprudensi, makanya waktu itu melawan kendali partai, karena berpotensi mendistorsi kehendak rakyat menjadi kehendak parpol. Ini yang mesti kita lawan ke depan," kata Fahri sambil menambahkan, dalam sistem demokrasi anggota DPR harus menjadi wakil rakyat, bukan sebaliknya menjadi wakil partai politik.

Menurut Fahri, adanya kekeliruan tersebut lantaran ada kekeliruan paradigmatik yang memandang apa peran partai politk dalam fraksi.

Padahal, kita sudah memilih sistem demokrasi, maka mau tidak mau, kita harus memurnikan demokrasi itu, tidak saja sebagai nilai-nilai luhur, tetapi juga dalam sistem pemilu dan sistem perwakilan.

Terkait keberadaan fraksi, kata Fahri, akhirnya memunculkan sekelompok orang di balik layar yang terlihat menyetir parlemen.
Akibatnya, hubungan antara eksekutif dengan legislatif, menjadi tidak sehat dan bisa menginvasi yudikatif. Fraksi ini sebenarnya ada dalam tradisi totaliter seperti dalam tradisi negara komunis.

Tradisi demokrasi, perannya negara totaliter itu, partai politik adalah negara itu sendiri. Makanya hampir tidak ada jarak antara Partai Politik dengan jabatan publik.

Artinya sehari-hari mereka lebih nampak sebagai wakil partai politik. Karena itulah reformasi politik perlu dilakukan.

Pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Bivitri Susanti mengatakan, keberadaan fraksi, juga menjadi kegelisahan dari PSHK.

Dari hasil penelitian, terungkap bahwa Ketua Fraksi atau Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) di Komisi-Komisi memiliki kekuatan menyakinkan seseorang untuk memenangi berbagai 'pertarungan.'

"Hasil penelitian, jauh lebih efisien kalau kita langsung lobby kepada Ketua Fraksi atau Ketua Kelompok Fraksi yang ada di Komisi-Komisi. Kalau bisa meyakinkan seseorang, kita bisa memenangkan pertarungan," kata Bivitri.

Seharusnya, yang memiliki power untuk berbicara mengenai aspirasi masyarakat adalah setiap anggota DPR, bukan fraksi atau parpol.

Karena itu, perlu dilakukan perubahan dalam UU MD3, Fraksi perlu dihapus. Sebab dalam konstitusi, Fraksi juga tidak diatur, sehingga secara konstitusional ketika dilakukan uji materi di Mahkamah Konstitusi akan dikabulkan.

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research Pangi Syarwi Chaniago menilai, penguasaan fraksi akan memudahkan oligarki berkomunikasi dalam membuat keputusan, dan tidak terlalu menimbulkan kegaduhan politik seperti dalam pengesahan UU Cipta Kerja beberapa waktu lalu dan keputusan penundaan Pilkada sekarang ini.

Pangi setuju keberadaan fraksi dihapuskan karena lebih banyak mudharatnya, serta lebih berpihak kepada kepentingan para bohir, ketimbang masyarakat.

Ketua DPR-RI Periode 2009-2014 Marzuki Alie berpandangan, keberadaan Fraksi di DPR tidak perlu dihapus, justru kekuatan absolut dari seorang Ketua Umum yang perlu direformasi.

"Ini ada partai, partai ini dimiliki Ketua Umum. Padahal dalam sistem politik modern, AD/ART-nya semua dibatasi, tidak ada kekuasan absolut. Memangnya kalau fraksi dihapus, Ketua Umum tidak bisa mecat, ya tetap bisa," kata Marzuki Alie .

Diharapkannya, Partai Gelora sebagai Partai Politik harus mengembangkan sikap partai yang mau mendengarkan semua aspirasi yang disampaikan masyarakat. (JPH)

Penulis
: JAMPAS
Editor
: Maruba P Habeahan
Sumber
: Release